ISU-isu SEMASA gambar VIDEO link CERITA info RESEPI pepatah KELAKAR gambar artis DAN macam-MACAM ada YANG HANGAT-HANGAT BELAKA....!!!!
20 April, 2007
Info Hangat: Berkenaan Haid
Definisi Haid
Haid menurut bahasa berarti mengalir sedangkan pengertian secara
syar'i adalah darah yang keluar dari bagian dalam rahim wanita pada
waktu-waktu tertentu, bukan karena sakit atau terluka, tetapi ia
adalah sesuatu yang telah diciptakan Allah bagi wanita. Allah
menciptakannya di dalam rahim untuk memberikan makan janin saat
hamil, lalu menghasilkan susu setelah kelahirannya. Jika wanita itu
tidak hamil dan menyusui sementara darah ini ada dan tidak
digunakan, maka keluarlah ia pada waktu-waktu tertentu yang dikenal
dengan rutinitas atau datang bulan.
Umur Wanita Haid
Umur wanita haid secara umum minimal berusia sembilan tahun sampai
lima puluh tahun. Allah berfirman:Dan perempuan-perempuan yang tidak
haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu
ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga
bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. (QS.
At-Thalaaq : 4).
Jadi perempuan-perempuan yang berhenti haid adalah mereka yang sudah
berusia lima puluh tahun dan perempuan-perempuan yang belum haid
adalah mereka yang masih kecil belum berusia sembilan tahun.
Hukum-Hukum Haid
1.Diharamkan bersetubuh dalam kondisi haid, berdasarkan firman Allah
Ta'ala:
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: Haidh itu adakah
kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita
di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. (QS. Al-Baqarah : 222).
Keharaman ini berlangsung sampai darah haid berhenti darinya, lalu
ia mandi. Allah berfirman: dan janganlah kamu mendekati mereka
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Bagi suami wanita yang sedang haid dibolehkan untuk bersenang-senang
dengannya tanpa bersetubuh, berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu
'alaihi wa Sallam :Perbuatlah apa saja kecuali nikah (bersetubuh).
(HR. Muslim).
2.Wanita haid harus meningalkan shaum dan sholat di masa haidnya,
dan diharamkan melaksanakan keduanya, karena Rasulullah Shalallahu
'alaihi wa Sallam bersabda:Bukankah jika seorang wanita haidh tidak
sholat dan shaum. (HR. Muslim).
Jika wanita haid telah suci, maka hendaklah ia membayar kewajiban
shaum yang telah ditinggalkan selama haid, dan tidak mengganti
kewajiban sholat. Berdasarkan perkataan Aisyah Radliyallah 'anha:
Adalah kami haidh di masa Rasulullah, maka kami diperintahkan untuk
mengganti shaum dan tidak mengganti sholat. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Perbedaan sholat dan shaum adalah bahwa sholat dikerjakan berulang
kali, maka tidak ada kewajiban menggantinya, karena tidak ada
kesempatan untuk menggantikannya, yang mana hal itu berbeda dengan
shaum. Wallahu A'lam.
3.Diharamkan wanita haid memegang mushaf Al-Qur'an tanpa alat
perantara. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Tidak menyentuhnya
kecuali hamba-hamba yang disucikan. (QS. Al-Waqiah : 79).
Dan ketika Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam mengirim surat
kepada Amru bin Hazm tertulis : Tidaklah menyentuh mushhaf kecuali
orang yang suci. (HE. An-Nasa'i).
Hadits ini menyerupai hadits mutawatir, maka hendaklah manusia
menerimanya. Syaikhul Ibnu Taimiyah berkomentar, Menurut pendapat
imam madzhab yang empat bahwa tidak boleh menyentuh mushhaf kecuali
orang yang suci.
Sedangkan hukum wanita haid membaca Al-Qur'an dengan tidak memegang
mushhaf ada perbedaan pendapat di antara Ahlul 'Ilmi, namun untuk
kehati-hatian maka seorang wanita haid sebaiknya tidak membaca
Al-Qur'an kecuali dalam kondisi darurat, seperti karena khawatir
melupakannya. Wallahu A'lam.
4.Diharamkan bagi wanita haid melakukan thawaf di Baitullah
didasarkan atas sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam kepada
Aisyah Radliyallahu 'anha ketika ia haid : Kerjakanlah apa-apa yang
dikerjakan orang berhaji kecuali Thawaf di Baitullah sampai engkau
suci. (HR. Bukhari dan Muslim).
5.Diharamkan bagi wanita haid berdiam diri di dalam masjid,
berdasarkan sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam:
Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita haid dan
orang junub. (HR. Abu Dawud).
Dan sabdanya juga: Sesungguhnya masjid tidak halal bagi wanita haid
dan orang junub. (HR. Ibnu Majah)
Tetapi diperbolehkan bagi wanita haid sekedar lewat (berjalan) di
masjid tanpa berdiam diri di dalamnya. Didasarkan pada hadits Aisyah
Radliyallahu 'anha. Ia berkata, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa
Sallam bersabda : Ambilkan khumrah (sejenis tikar) itu dari masjid !
Aku katakan, Aku sedang haid. Kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya
haidmu bukan pada tanganmu. (Diriwayatkan oleh Al-Jamaah kecuali
Imam Al-Bukhari, lihat Al-Muntaqa 1/130).
Tidak mengapa bagi wanita haid membaca dzikir-dzikir yang
disyari'atkan berupa tahlil, takbir, tasbih dan doa-doa, begitu juga
boleh membaca wirid-wirid yang disyari'atkan ketika masuk pagi dan
sore hari ketika mau tidur dan bangun tidur. Dan tiak mengapa
membaca-baca buku-buku kelilmuan seperti tafsir, hadits dan fiqh.
Faedah dalam Hukum Syafrah dan Kadarah
Syafrah adalah cairan kotor seperti nanah berwarna kuning, sedangkan
kadarah adalah cairan seperti kotor yang keruh. Maka apabila syafrah
dan kadarah keluar dari seorang wanita pada waktu ia biasa haid,
berarti ia sedang haid, akan tetapi jika hal itu keluar selain waktu
haid berarti tidak ada masalah, wanita itu suci karena ada perkataan
Ummu 'Athiyah Radliyallahu 'anha, Kami tidak menghitung kadarah dan
syafrah setelah suci sedikitpun. (HR Abu Dawud).
Imam Bukhari meriwayatkan tanpa lafadz setelah suci. Hadits ini
adalah marfu' karena mengandung ketetapan dari Rasulullah Shalallahu
'alaihi wa Sallam. Maka dapat dipahami bahwa kadarah dan syafrah
sebelum suci adalah haid (yaitu berhukum seperti haid).
Faedah Lainnya
Pertanyaan :
Ciri apa yang bisa diketahui, bahwa seorang wanita telah berhenti
haid ?
Jawaban :
Hal itu biasa diketahui dengan berhentinya darah mengalir dan dapat
diketahui dengan salah satu dari dua tanda sebagai berikut :
1.Keluarnya cairan putih yang mengikuti darah haid seperti air
kapur, terkadang air tersebut tidak berwarna putih dan terkadang ia
keluar dengan warna yang berbeda, sesuai dengan kondisi wanita
tersebut.
2.Kering, hal ini bisa diketahui dengan maemasukkan secarik kain
atau kapas ke dalam vagina wanita dan setelah dikeluarkan kain atau
kapas itu, ia tetap dalam keadaan kering tanpa darah kadarah atau
syafrah.
Sesuatu yang Harus Dilakukan Wanita Setelah Haid
Bagi wanita yang telah usai dari haidnya, hendaklah ia mandi dengan
menyiramkan air suci ke seluruh tubuhnya, hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam: Jika datang masa haidmu
maka tinggalkanlah sholat dan jika berakhir maka mandilah dan
sholatlah. (HR. Al-Bukhari).
Caranya: Hendaklah ia berniat menghilangkan hadast atau besuci untuk
sholat atau lainnya, kemudian membaca basmallah lalu menyiramkan air
ke seluruh tubuhnya, kemudian membasahi pangkal rambut kepalanya dan
tidak perlu melepasnya jika rambutnya diikat tetapi cukup membasahi
dengan air, dan akan lebih baik jika air itu dicampur dengan daun
bidara atau alat pembersih lainnya. Setelah mandi disunnahkan
memakai parfum atau wangi-wangian lain dengan memakai kapas untuk
diletakkan (diusapkan) pada farji (vagina)-nya. Hal ini sebagaimana
yang diperintahkan Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam kepada
Asma'
Peringatan Penting
Jika wanita haid atau nifas telah suci sebelum tenggelamnya
matahari, maka pada hari itu hendaklah ia mengerjakan sholat dhuhur
dan ashar. Dan jika ia suci sebelum terbit fajar, maka pada malam
itu hendaklah ia mengerjakan sholat maghrib dan isya' karena waktu
sholat yang kedua adalah termasuk waktu sholat yang pertama di saat
seseorang berada pada kondisi udzur.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah memberi komentar dalam
Majmu' Fatawa 22/434, Dengan demikian menurut jumhur ulama seperti
Malik, As-Syafi'i dan Ahmad, apabila wanita haid sebelum
tenggelamnya matahari maka hendaklah ia sholat dhuhur dan ashar
dengan cara dijama'. Dan jika ia suci di penghujung malam, maka
hendaklah ia sholat maghrib dan isya dengan dijama'. Hal ini seperti
dinukil dari Abdur Rahman bin Auf, Abu Hurairah dan Ibnu Abbas,
karena waktu sholat-sholat itu mengikuti sholat yang lain dalam
kondisi udzur. Dan jika ia suci di akhir siang sementara waktu
dhuhur masih ada maka hendaklah ia sholat dhuhur sebelum datang
sholat ashar, sedangkan ia suci di waktu malam sementara waktu
maghrib masih ada, maka hendaklah ia sholat maghrib sebelum tiba
waktu isya'.
Adapun jika telah masuk waktu sholat, kemudian seorang wanita
kedatangan haid atau nifas sedangkan ia belum sholat maka pendapat
yang paling kuat adalah tidak ada kewajiban baginya untuk mengganti
(mengqadla') sholat itu.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Majmu' Fatawa
23/335 berpendapat dalam masalah ini, Dan alasan yang paling jelas
adalah madzhab Abu Hanifah dan Malik, Bahwasannya bagi wanita itu
tidak ada kewajiban untuk mengqadla' sholat, karena mengqadla'
sholat hanya diwajibkan bagi masalah baru, sedangkan urusan ini
tidak diwajibkan untuk mengqadla' karena keterlambatan wanita itu
melakukan sholat bukan karena ia sengaja. Adapun jika ketiduran atau
terlupa tidak sengaja, maka sholat yang ia lakukan bukanlah qadla',
tetapi yang ia lakukan itu adalah waktu sholat yang menjadi haknya
ketika ia bangun dan ingat.
[Dikutip dari Kitab Tanbiihat 'ala Ahkamin Takhtashshu bil Mu'minat,
karya Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment