adsense

13 August, 2007

Kisah Teladan



20 tahun yang lalu saya melahirkan seorang bayi laki-laki, wajahnya comel

tetapi nampak bodoh. Ali, suamiku memberinya nama Yusri. Semakin lama

semakin nampak jelas bahawa anak ini memang agak terkebelakang. Saya

berniat mahu memberikannya kepada orang lain saja supaya dijadikan budak

atau pelayan bila besar nanti. Namun Ali mencegah niat buruk itu. Akhirnya

terpaksa saya membesarkannya juga.



Pada tahun kedua kelahiran Yusri, saya pun melahirkan pula seorang anak

perempuan yang cantik. Saya menamakannya Yasmin. Saya sangat menyayangi

Yasmin, begitu juga Ali. Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan

dan membelikan pakaian anak-anak yang indah-indah...



Namun tidak demikian halnya dengan Yusri. Ia hanya memiliki beberapa helai

pakaian lama. Ali berniat membelikannya, namun saya selalu melarang dengan

alasan tiada wang. Ali terpaksa menuruti kata saya.



Saat usia Yasmin 2 tahun, Ali meninggal dunia. Yusri sudah berumur 4 tahun

ketika itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin

bertambah. Saya mengambil satu tindakan yang akhirnya membuatkan saya

menyesal seumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya

bersama Yasmin. Saya tinggalkan Yusri yang sedang tertidur lelap begitu

saja.



Setahun.., 2 tahun.., 5 tahun.., 10 tahun.. berlalu sejak kejadian itu.

Saya menikah kembali dengan Kamal, seorang bujang. Usia pernikahan kami

menginjak tahun kelima. Berkat Kamal, sifat-sifat buruk saya seperti

pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih

sabar dan penyayang. Yasmin sudah berumur 15 tahun dan kami menyekolahkan

dia di sekolah jururawat. Saya tidak lagi ingat berkenaan Yusri dan tiada

memori yang mengaitkan saya kepadanya.



Hinggalah le satu malam, malam di mana saya bermimpi mengenai seorang anak.

Wajahnya segak namun kelihatan pucat sekali. Dia melihat ke arah saya.

Sambil tersenyum dia berkata, "Makcik, makcik kenal mama saya? Saya rindu

sekali pada mama!" Sesudah berkata demikian ia mulai pergi, namun saya

menahannya, "Tunggu..., saya rasa saya kenal kamu. Siapa namamu wahai anak

yang manis?"



"Nama saya Yusri, makcik."

"Yusri...? Yusri... Ya Tuhan! Benarkah engkau ni Yusri???"



Saya terus tersentak dan terbangun. Rasa bersalah, sesal dan pelbagai

perasaan aneh yang lain menerpa diri saya pada masa itu juga. Tiba-tiba

terlintas kembali kisah yang terjadi dulu seperti sebuah filem yang

ditayangkan kembali di kepala saya. Baru sekarang saya menyedari betapa

jahatnya perbuatan saya dulu. Rasanya seperti mahu mati saja saat itu. Ya,

saya patut mati..., mati..., mati...



Ketika tinggal seinci jarak pisau yang ingin saya goreskan ke pergelangan

tangan, tiba-tiba bayangan Yusri melintas kembali di fikiran saya. Ya

Yusri, mama akan menjemputmu Yusri, tunggu ya sayang!...



Petang itu saya membawa dan memarkir kereta Civic biru saya di samping

sebuah pondok, dan ia membuatkan Kamal berasa hairan. Beliau menatap wajah

saya dan bertanya,



"Hasnah, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kita berada di sini?"



"Oh, Kamal, kau pasti akan membenciku selepas saya menceritakan hal yang

saya lakukan dulu," Aku terus menceritakan segalanya dengan terisak-isak...



Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia memberikan suami yang begitu

baik dan penuh pengertian. Selepas tangisan saya reda, saya keluar dari

kereta dengan diikuti oleh Kamal dari belakang. Mata saya menatap lekat

pada gubuk yang terbentang dua meter dari hadapan saya.



Saya mula teringat yang saya pernah tinggal dalam pondok itu dan saya

tinggalkannya, Yusri.. Yusri... Di manakah engkau?



Saya meninggalkan Yusri di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedih

saya berlari menghampiri pondok tersebut dan membuka pintu yang diperbuat

daripada buluh itu... Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apapun di

dalamnya!



Perlahan-lahan mata saya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan

kecil itu. Namun saya tidak menemui sesiapapun di dalamnya. Hanya ada

sehelai kain buruk yang berlonggok di lantai tanah. Saya mengambil seraya

mengamatinya dengan betul-betul... Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali

potongan kain itu . Ini adalah baju buruk yang dulu dipakai oleh Yusri

setiap hari...



Beberapa saat kemudian, dengan perasaan yang sangat sedih dan bersalah,

sayapun keluar dari ruangan itu... Air mata saya mengalir dengan deras.



Saat itu saya hanya diam saja. Sesaat kemudian saya dan Kamal mulai menaiki

kereta untuk meninggalkan tempat tersebut. Namun, saya melihat seseorang

berdiri di belakang kereta kami. Saya terkejut sebab suasana saat itu gelap

sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang sangat kotor. Ternyata ia

seorang wanita tua. Saya terkejut lagi apabila dengan tiba-tiba dia menegur

saya. Suaranya parau.



"Heii...! Siapa kamu?! Apa yang kamu mahu?!"



Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, "Ibu, apakah ibu kenal dengan

seorang anak bernama Yusri yang dulunya tinggal di sini?"



Ia menjawab, "Kalau kamu ibunya, kamu adalah perempuan terkutuk!! Tahukah

kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Yusri terus

menunggu ibunya dan memanggil, 'Mama..., mama!' Kerana tidak tahan melihat

keadaannya, kadang-kadang saya memberinya makan dan mengajaknya tinggal

bersama saya.



Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemungut sampah, namun

saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu

Yusri meninggalkan sehelai kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari

selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu..."



Saya pun membaca tulisan di kertas itu... "mama, mengapa mama tidak pernah

kembali lagi...? mama marah pada Yusri, ya? mama, biarlah Yusri yang pergi

saja, tapi mama harus berjanji mama tidak akan marah lagi pada Yusri."



Saya menjerit histeria membaca surat itu. "Tolong bagi tahu.. di mana dia

sekarang? Saya berjanji akan menyayanginya sekarang! Saya tidak akan

meninggalkannya lagi! Tolonglah cakap...!!!" Kamal memeluk tubuh saya yang

terketar-ketar dan lemah.



"Semua sudah terlambat (dengan nada lembut). Sehari sebelum kamu datang,

Yusri sudah meninggal dunia. Dia meninggal di belakang pondok ini. tubuhnya

sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di

belakang pondok ini tanpa berani masuk ke dalamnya. Dia takut apabila

mamanya datang, mamanya akan pergi lagi apabila melihatnya ada di dalam

sana... Dia hanya berharap dapat melihat mamanya dari belakang pondok

ini... Meskipun hujan deras, dengan keadaannya yang lemah ia

terus berkeras menunggu kamu di sana . Dosa kamu tidak akan terampun!" Saya

kemudian pengsan dan tidak ingat apa-apa lagi.



Semoga menjadi pelajaran bagi kita sebagai orang tua ataupun bagi yang akan

berkahwin. Janganlah menyalahkan apa yang sudah diberikan oleh Allah.

Tetapi hargailah apa yang diberikan oleh Allah. Dan cuba bersabar. Kerana

DIA tidak akan memberikan sesuatu apapun dengan sia-sia.



moral - sayangi orang di sekitar anda. kita tidak tahu siapa yang benar

benar menyayangi kita...

No comments:

Blog Widget by LinkWithin