adsense

29 March, 2007

Santapan Jiwa: Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut



Utk Renungan Bersama.

Mungkin kita terlupa dgn artikel ini.

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah
dengan suara terbatas memberikan kutbah, "Wahai umatku, kita semua ada
dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah
kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku.
Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak
orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang
tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar
adanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas
panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah
datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"
keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai
menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali
dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan
goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat
yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih
tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan
keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi
alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru
mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani
ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,
"Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru
sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah
bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah,
dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan
pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun
menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi
Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit
dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan
suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat
telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu, "
kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya
masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya
Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan
khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad
telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah
bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali
yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya
Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini
kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan
dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya "Uushiikum bis
shalati, wa maa malakat aimanuku", peliharalah shalat dan peliharalah
orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar
bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku,
umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad
wa baarik wa salim 'alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar
timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan
Rasulnya mencintai kita. Kerana sesungguhnya selain daripada itu
hanyalah fana belaka. Amin....

No comments:

Blog Widget by LinkWithin